Kamis, 29 November 2012

[Human Capital] PKS: Boleh Korupsi Asal Santun.

 

Mengenaskan, jika hal seperti ini terjadi, berarti telah terjadi
penghalusan kata2 untuk membenarkan tindakan yang korup agar tampak
tidak bertentangan dengan kaidah agama

Bukan
sogok, suap, gratifikasi untuk meng-goal-kan kebijakan yang
menguntungkan pihak tertentu.. Tapi yang ada hanya pemberian uang
titipan
bukan uang komisi, fee, atau pemerasan.. Tapi yang ada
hanyalah meminta dan menerima hak, karena telah bekerja dengan membuat
kebijakan, keputusan dll
Apakah dengan demikian Tuhan bisa ditipu?

Akibatnya
banyak peraturan, kebijakan dll dari lembaga negara yang saling tumpang
tindih dan tidak membawa maslahat bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Malah
program atau kegiatan yang membawa kebaikan bagi masyarakat, karena
mungkin tidak memberi keuntungan atau tidak menghasilkan uang komisi,
uang fee, uang suap, uang titipan dll, kemungkinan besar akan sulit
menjadi kebijakan publik.

Apakah negara kita sedang dijajah oleh para
koruptor?
Salam - Simpati
Sarasehan Mandiri Pemberantas Korupsi
__________________________________________
"Kawan Sjam" <kawansjam@gmail.com> send:
http://teknologi.kompasiana.com/internet/2012/04/06/pks-boleh-korupsi-asal-santun-452330.html
PKS: Boleh Korupsi Asal Santun




Ini mungkin sekedar
"penglihatan" saya sebagai orang awam saja. Soal kesia-siaan anggaran di
salah-satu Kementerian. Bagi saya, program Kementerian seperti yang
nanti akan saya sampaikan, mungkin terkesan tendensius, diskriminatif
dan provokatif. Akan tetapi, saya berusaha "melihat" situasi yang di
depan mata yang kasat-mata dan jelas-jelas (sebagai rakyat awam) tidak
jua dapat merasionalkan; apakah ini terbilang prioritas program
Kementerian untuk masyarakat yang mendesak, efektif atau malah memang
sengaja hendak "mengalihkan" alokasi anggaran pemerintah untuk memenuhi
kebutuhan yang lain, bukan untuk masyarakat terkait kebutuhan.


Di Kementerian
ini, barangkali masyarakat tidak terlalu memperhatikan; entah lantaran
banyak program pemerintah yang tidak disosialisasikan ke publik secara
intens-khusus atau entah lantaran masyarakat menganggap; di Kementerian
ini terjamin bersih dari laten korupsi. Masyarakat terlalu khusyuk
memperhatikan program-program Kementerian yang sering diblow-up media
elektronik maupun cetak. Lantaran di beberapa Kementerian lain, secara
kebetulan pula ditemukan penyelewengan anggaran negara oleh oknum
pejabat yang "bermain mata" mengambil keuntungan materi (terlibat kasus
korupsi) untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.

Seandainya kita
mau jujur, hampir semua Kementerian di Indonesia itu rentan laten
korupsi; suap untuk pemenangan tender, manipulasi data sebagai kamuflase
antisipasi endusan Auditor BPK serta Investigator KPK, Mark Up
anggaran dan lain sebagainya. Dan itu tidak menutup kemungkinan sudah
menjadi semacam "Ghost Culture". Artinya, kebiasaan yang tidak
kasat-mata menjadi bagian dari sebuah kebudayaan masyarakat secara umum.

Dikatakan bukan
sebuah kebudayaan, nyatanya korupsi berjalan seperti biasa bahkan terus
menerus mengalami akulturasi. Banyak kasus yang terungkap dan ditindak
namun tak kunjung membuat jera pelakunya (sudah pasti, ini lantaran
penegakkan hukum di Indonesia masih tebang-pilih serta masih
diskriminasi pada wilayah eksekusi). Terbukti, hukum berulang kali
menyambangi oknum-oknum pejabat atau politisi yang terbukti melakukan
praktek korupsi. Lagi-lagi, kebiasaan buruk itu tidak pernah punah
bahkan kian menggurita; lebih sistematis, lebih dinamis, lebih elegan,
lebih sopan, lebih unik dari tradisi Tasyakuran, Sekatenan atau Nujuh-Bulanan dan lain sebagainya.

Nah, di
Kementerian ini, saya ingin menggambarkan sesederhana mungkin dengan
takaran bahasa awam saya; bagaimana cikal-bakal lahirnya species
predator yang kita kenal jalur nasabnya akan sampai ke
koruptor. Bermula dari pembiaran dan atau kesengajaannya lembaga
Auditor, lembaga KPK serta instansi terkait Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor) dengan beberapa Kementerian dalam hal pemantauan embrio
koruptor.

Di Kementerian
komunikasi dan informatika (Kemenkominfo), di antaranya terdapat
anggaran program nasional untuk pengadaan unit Mobil Pusat Layanan
Internet Kecamatan (M-PLIK). Sebagai realisasinya, sudah
pasti program ini digulirkan dengan menggunakan uang negara, jumlah
nominalnya mungkin lebih dari ratusan Miliar bahkan bisa sampai
Triliunan rupiah. Bayangkan saja, satu unit mobil jenis Elf (Mobil yang
digunakan pada program M-PLIK) itu harganya berapa, belum perangkat
pendukung lainnya?

Saya sendiri masih
belum begitu mengerti, bagaimana program M-PLIK di Kemenkominfo ini
diorientasikan sebagai program yang bersifat urgent untuk memenuhi sisi kebutuhan masyarakat. Okelah,
bila kebutuhan masyarakat akan teknologi dan informasi (internet),
sampai hari ini memang tak terbendung, sudah merambah –bukan hanya
menyentuh teritorial Kecamatan—sampai ke pelosok-pelosok Desa.
Penggunanya pun tidak saja usia dewasa, namun sudah menyentuh anak-anak
seusia Sekolah Dasar (konsumsi anak-anak biasanya lebih sering seputar Game Online).

Akan tetapi perlu diingat, tidak semua pengguna internet menggunakan PC Komputer (tidak bergerak). Laptop, netbook, Hp berfasilitas yang memudahkan akses Browsing
dengan jenis dan merk tertentu, begitu familiar dan bukan barang mewah
lagi di Indonesia. Sejalan dengan itu, untuk mengakses internet, tidak
perlu lagi repot-repot harus pulang ke rumah terlebih dahulu hanya untuk
aktivasi, misal; facebookan, twitteran, searching web, baca berita Online
atau lain sebagainya. Atau, lebih-lebih –bila di perjalanan kita
mendadak membutuhkan penggunakan teknologi itu—warung internet sebagai
penyedia jasa tersedia di mana-mana, untuk menarik konsumen dengan ragam
promosi pula; Browsing tercepat, Harga termurah, Tempat ternyaman dan banyak lagi rayuan maut lainnya.

Asumsi saya,
program M-PLIK ini merupakan program unggulan Kemenkominfo. Saya pribadi
apresiatif dengan program Kemenkominfo ini, meskipun, entah seberapa
dahsyat yang sudah dirasakan manis-buahnya. Dengan begitu, masyarakat
diharapkan melek informasi dan teknologi. Konsekuensinya, Output dan Input dari program tersebut harus bisa diimbangi dan diantisipasi oleh Kemenkominfo.

Kebetulan, saya
pernah memergoki sekitar 5 unit Mobil Layanan Internet Kecamatan di
kawasan daerah Tegal, Jalur Pantura Jawa Tengah. Sedang nongkrong
nganggur malam hari (semua unit mobil waktu itu terlihat dalam keadaan
tidak beraktivitas) di pinggir jalan nasional (mungkin usai tugas
keliling Desa atau Kecamatan sekitarnya). Pertanyaan awam saya langsung
merangsek menuju efesiensi perangkat M-PLIK di Desa atau Kecamatan
tersebut untuk masyarakat di sana. Apakah kendaraan unit M-PLIK itu
saban hari berada di sana? Sampai kapan masyarakat dapat menikmati
fasilitas internet gratis dengan M-PLIK? Kriteria lokasi maupun
targetnya apa saja sehingga M-PLIK memang dibutuhkan oleh masyarakat dan
bagaimana prosedur menghadirkan mobil-mobil itu?

Semua pertanyaan itu, saya simpan, berharap suatu saat terjawab Dinas
kominfo Kabupaten atau pihak-pihak yang bersangkutan. Dan semula, tidak
begitu tertarik lantaran di Desa tepat tempat tinggal saya tidak pernah
menemui sekalipun kehadiran mobil-mobil itu (sangkaan awal, di Desa
saya sudah ada beberapa Warnet hak milik usaha personal sehingga tidak
perlu lagi ada M-PLIK).

Nah, apakah
program M-PLIK ini efektif dan tepat sasaran? Melihat kenyataan di
lapangan, M-PLIK tidak diapresiasi oleh hampir mayoritas masyarakat desa
(atau lantaran M-PLIK ini bukan kebutuhan masyarakat desa?). Bukan
berarti pula, kebutuhan masyarakat akan teknologi dan informasi apatis.
Lagi-lagi, saya melihat dengan mata kepala sendiri, sekitar pukul
22.00an WIB, satu mobil unit M-PLIK nongkrong di sekitar desa
Dukupuntang Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon. Waktu itu saya hanya
melihat 2 orang anak muda yang sedang asyik beraktivitas ngenet,
dengan 2 buah laptop (perangkat yang disediakan M-PLIK). Hampir tidak
terlihat animo warga terhadap internet gratisan tersebut (mungkin yang
lain sudah tertidur pulas, lelah setelah beraktivitas kerja dan
istirahat di rumah dari rutinitas mencari nafkah). Saya semakin merasa,
program M-PLIK ini sia-sia, mubadzir dan hanya menghabiskan anggaran negara serta menguntungkan segelintir orang saja.

Rasionalitas yang paling mudah ditangkap dari kesia-siaan program M-PLIK adalah; mobil unit internet gratisan ini tidak stand by
saban hari di satu tempat, tidak tuntas "mendampingi" masyarakat untuk
memanfaatkan perkembangan teknologi dan informasi, lantaran; segelintir
orang desa saja yang kebetulan memiliki laptop (salah-satu perangkat
penunjang untuk bisa menikmati akses internet gratis). Bila sekedar
ingin tahu soal dunia maya dan kegunaannya yang bisa
dimanfaatkan, mayoritas orang desa lebih familiar mendatangi jasa
internet komersial (Warnet) yang ada di dekat sekitar tempat tinggal,
meskipun mereka harus rela membayar (lihat; berapa banyak orang yang
rela mengantri di warnet ketimbang berkerumun di mobil internet gratisan
ini? Kalaupun berkerumun, itu barangkali lantaran kekaguman modifikasi
otomotifnya).

Unit mobil
internet gratisan itu keliling Kecamatan dan Desa, yang pasti dalam
seminggu ke lokasi yang berbeda-beda. Menghabiskan solar (BBM) tanpa
target yang jelas (padahal, saat ini pemerintah sedang mencanangkan
penghematan anggaran serta energi nasional), mayoritas masyarakat pun
kurang memperhatikan fungsi nongkrongnya mobil jenis van (Elf)
itu dan sedang apa mobil itu berada di desa mereka. Masyarakat desa
lebih memilih konsentrasi mencari nafkah untuk menjaga agar dapur mereka
tetep ngebul di tengah jurang kesenjangan ekonomi.

Atau,
pemuda-pemudi, Ibu-ibu yang di desa-desa sebagian lebih memilih pergi ke
luar negeri menjadi TKI atau TKW serta merantau ke kota besar, desa
terlihat "hidup" hanya waktu-waktu tertentu, ini soal survive
kelangsungan hidup. Para petani desa lebih memikirkan "kesejahteraan"
sawah mereka agar terus menyambungi nyawa keluarga. Apalagi yang di
daerah terpencil dan terisolir, apa yang ada di benak mereka; nasi atau
layanan internet?

Silahkan cek TKP,
berapa banyak warga desa yang mengetahui fungsi dan manfaat keberadaan
program M-PLIK tersebut. Bukannya egois, mereka lebih memperjuangkan
urusan perut ketimbang nongkrong di depan mobil layanan internet itu
meskipun gratis. Bukan berarti mereka tidak menyukai gratisan; bukankah
orang-orang Desa lebih semangat ngantri pembagian raskin atau Bantuan
Langsung Tunai dari pemerintah?

Sebaliknya, berapa
uang negara yang keluar untuk menghonor sopir berikut operator Mobil
Pusat Layanan Internet Kecamatan itu? Berapa liter solar yang dihabiskan
untuk keliling dari kecamatan ke kecamatan dari desa ke desa? Berapa
anggaran yang dikeluarkan negara untuk biaya perawatan kendaraan M-PLIK?
Bila unit-unit kendaraan M-PLIK itu sudah dianggap tidak layak
beroperasi, kemana unit-unit mobil itu menuju? Berapa biaya yang
dikeluarkan negara untuk membeli mobil-mobil itu sebagai penunjang
sarana pemberdayaan teknologi dan informasi kepada masyarakat kalangan
ekonomi desa (Konon, satu Unit kendaraan ini berisi; VSAT [Very Small
Aperture Terminal], Notebook, 1 server, Switch, UPS, DVD Player, Tivi
LCD, Kursi dan Meja serta "Genset" untuk menyediakan listrik)? ____VSAT
merupakan teknologi komunikasi satelit yang memungkinkan seluruh tempat
untuk mendapatkan akses internet tanpa kecuali. VSAT ini adalah
menyediakan bit rate 256 Kbps. Itu akan dibagi oleh server menjadi  CPU.
Sekitar CPU masing-masing mendapatkan 51 Kbps. Hal ini mungkin tampak
kecepatan lambat bagi penduduk kota, tapi ini sudah lumayan untuk
pedesaan. Harapannya; M-PLIK dapat melayani seluruh kabupaten dengan
mobilitas terbatas. Memungkinkan layanan ini dapat digunakan oleh
sekolah atau instansi pemerintah di kabupaten (?).

Apalagi,
program ini ditargetkan rampung tahun 2012 dengan jumlah 5.748 unit.
Sementara pembagian sarana tersebut (menurut pengakuan pihak Staf Ahli Bidang Komunikasi dan Media Massa Kementerian Komunikasi dan Informatika, Henry Subiakto) baru mencapai 70 persen.

Nah, tidak menutup kemungkinan, pada program M-PLIK ini terdapat penyelewengan bahkan Mark Up
anggaran, ada "keuntungan" yang hanya dinikmati kalangan tertentu
(tidak merata). Modus serta praktek korupsi sudah pasti terjadi. Hanya
saja, bersediakah pejabat-pejabat dan orang-orang Kemenkominfo ini
mengakui; program M-PLIK tidak tepat sasaran dan mubadzir alias sia-sia sebagai kebutuhan dasar masyarakat desa akan informasi dan teknologi?

Karena penasaran, saya iseng bertanya ke Menkominfo, Tifatul Sembiring, melalui akun di jejaring sosial; twitter.
Mungkin, waktu itu bahasa saya terlalu dini mendobrak kemungkinan
terjadinya praktek korupsi di kementerian yang dipimpinnya, yang juga
(tidak menutup kemungkinan) melibatkan oknum-oknum partai. Jawaban
Tifatul Sembiring sebagai seorang pejabat negara (Menteri) sungguh tidak
terduga oleh saya. Bayangan saya, sebagai seorang Menteri; bahasanya
apresiatif, akomodatif dan –biasanya—normatif. Akan tetapi ini tidak,
langsung sewot dan seperti merasa (heuheuheu).

Jawaban Tifatul begini; Ada bukti, laporkan ke KPK mas. Kalau Anda dari partai lain, tdk usah menjelek2an PKS! Menurut
saya, ini jawaban yang pantas dilontarkan oleh tukang becak yang
seharian belum dapat penumpang. Apakah kita tak kunjung paham;
membongkar kasus korupi pejabat itu tidak semudah seperti membongkar
jaringan maling ayam? Saya pun melanjutkan obrolan dengan Tifatul. Bahwa
saya bukan dari unsur partai tertentu (saya ini Golput), sebagai warga
negara Indonesia yang mendukung pemberantasan korupsi, wajar dong bertanya soal dugaan telah terjadi praktek korupsi di Kemenkominfo program M-PLIK.

Responsibiltas Tifatul di twitter,
seringnya bila ada klarifikasi yang memojokkan, melulu dilempar ke
publik. Harapannya, konstituen atau kader-kader PKS lain mendukung
apologi dan argumentasinya. Dan itu menjadi ciri khas watak elit-elit
PKS (sepengetahuan saya). Beberapa bantahan argumentatif dari praktisi
IT sering mendera Tifatul atas pernyataannya yang lebih sering tidak
nyambung (bahkan tidak paham masalah IT), justru ditanggapi sebaliknya.
Saya sering mendapati, Tifatul tidak pernah berani share atau
–paling tidak—mengakui bahwa dirinya tidak memahami IT, yang sebetulnya
bantahan itu bisa menjadi bahan evaluasi kerjanya. Sama halnya, orang
bodoh yang bangga atas kebodohannya.

Atas jawaban Tifatul tersebut, saya banyak mendapatkan mention
dari konstituen PKS. Mereka semua mengeroyok saya dan mencak-mencak,
apologinya hampir rata-rata standar; meyakini bahwa apa yang dilakukan
Menkominfo pasti amanah, tidak mungkin terjadi praktek korupsi dan lain sebagainya. Saya cuma mesem; nanya sama Menteri, yg marah-marah kok konstituen partai? Memangnya, Kementerian di Indonesia itu sudah menjadi hak milik partai ya?

Saya sengaja
menunggu jawaban lanjutan dari Tifatul atas pertanyaan saya, soal
program M-PLIK dan saya sekaligus memberi masukan (atas nama rakyat
hehe) kepada Tifatul; mohon dievaluasi efesiensi program M-PLIK, bila
dirasa tidak efektif dan kemanfaatannya sedikit, hapus programnya. Cari
solusi program alternatif yang lebih efektif tanpa menghilangkan
substansi; pemberdayaan masyarakat melek akan teknologi dan
informasi. Sebab Tifatul berjanji akan menjelaskan kaitannya dengan
pertanyaan saya; soal internet, Desa dan M-PLIK.

Sampai saya menulis catatan ini, Tifatul belum memberikan penjelasan apalagi memahamkan kepada masyarakat awam soal manfaat Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan. Mungkin, su'udzon
saya, Tifatul berharap; saya lupa soal ini dan tidak melanjutkan
obrolan (biar publik tidak begitu memperhatikan. Dan nyatanya memang
benar, segelintir masyarakat tertentu saja yang mengetahui adanya
program M-PLIK dan mayoritas tidak begitu antusias mengapresiasinya.
Salah siapa?).

Itu tadi ocehan
saya sebagai orang awam soal efesiensi penggunaan anggaran negara,
terkait pengadaan Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan di
Kemenkominfo. Intinya, program Kementerian yang boros dan tidak tepat
sasaran untuk masyarakat; HAPUS atau GANTI SOLUSI! Bila dibiarkan terus,
praktek korupsi akan tetap tumbuh bahkan menjadi gunung es. Sekian dan
selamat menikmati layanan internet gratis.

http://www.inilah.com/read/detail/1929706/lira-temukan-masalah-di-proyek-plik

LIRA Temukan Masalah di Proyek PLIK
















Presiden Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), Jusuf Rizal - ist










Oleh:
web - Jumat, 23 November 2012 | 03:15 WIB

INILAH.COM, Jakarta - Proyek Penyedia Layanan
Internet Kecamatan (PLIK) yang dikelola Kemenkominfo ditemui banyak yang
bermasalah. Perusahaan pelaksana proyek diduga juga kongkalikong dengan
PT. Surveyor Indonesia.

"Di daerah Pulau Jawa PLIK
diperkirakan 50 persen belum selesai dan di daerah Sumatera 70 persen
belum tercapai, padahal pembayaran sudah selesai. Dari hasil investigasi
kami mendunga adanya permainan antara oknum Menko Info dengan rekanan
yang diduga berpotensi menimbulkan kerugian negara ratusan milyar," ujar
Presiden Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), Jusuf Rizal di Jakarta, Rabu
(21/11/2012).

Menurut Jusuf Rizal pengelolaan dana USO (Universal
Service Obligation) yang jumlahnya mencapai Rp 1,4 Triliun per tahun di
Kemenkominfo dinilai kurang transparan dan diduga dikuasai mafia proyek
telekomunikasi.

PLIK dan MPLIK sendiri dikelola oleh Balai
Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika
(BP3TI), Dirjen Pos dan Telekomunikasi, Kementerian Komunikasi dan
Informatika RI.

Masalah penyediaan PLIK ini lanjut Jusuf Rizal
sudah pernah ditanyakan ke beberapa Kepala Daerah, seperti Bupati
Pamekasan, H. Kholilurrahman yang tak tahu keberadaan PLIK itu.

Bupati
tersebut mengaku belum pernah dan tidak tahu keberadaan PLIK, jika
memang itu diperuntukkan kepada masyarakat guna pelayanan internet di
setiap kecamatan. Begitu juga Kabupaten lain.

PLIK yang pernah
diresmikan dan dihadiri oleh Anggota Komisi I DPR RI, Roy Suryo di
daerah Prambanan, Yogyakarta, menurut informasi yang disampaikan
masyarakat ke LIRA, seusai peresmian seremonial juga tidak berjalan
alias itu tipu-tipu untuk mengelabui pejabat yang meresmikan.

"Ini tentu saja memprihatinkan. Karena itu diduga adanya mafia proyek," ujarnya.

Ketika
ditanya kemungkinan diduga keterlibatan Menkominfo Tifatul Sembiring,
menurut Jusuf Rizal pihaknya akan menelusuri, sebab ini menyangkut dana
lebih besar dari kasus Hambalang, Kemenpora. "Jadi tim IT LIRA akan
menelusuri proses tender hingga implementasi di lapangan. Jika Tifatul
diduga terlibat, kami akan laporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) dengan bukti-bukti awal termasuk perusahaan rekanan,"tegasnya.

Guna
menelusuri dugaan adanya penyalahgunaan wewenang, Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN), LIRA bersama Federasi LSM Indonesia (FELSMI) akan
membentuk tim investigasi. LIRA juga telah mengantongi nama staff khusus
Tifatul yang diduga memainkan proyek USO trilliunan rupiah itu.

"Kami
juga menengarai PT Surveyor ikut terlibat dalam praktek KKN PLIK
tersebut karena survey yang mereka lakukan diduga dimanipulasi. LIRA
akan pertanyakan secara resmi kepada Direksi PT. Surveyor nanti,"
katanya.[dit]


[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (2)
Recent Activity:
HEAD HUNTER & OUTSOURCING SPECIALIST
DENGAN FEE PALING COMPETITIF
UNTUK INFORMASI HUBUNGI (021)789 2012 /98225937

JASA OUTPLACEMENT HUBUNGI Amy at (021) 7892012

Human Capital Indonesia:
fseskadevi@hmc.co.id /info@hmc.co.id

High Management Consultant

Phone (62 21) 7892012, 9822-5937,
Fax (62 21) 789 2124


pemasangan iklan/posting dari para member diluar tanggung jawab dari Owner mailing list ini.  Berhati-hatilah dengan iklan lowongan pekerjaan.
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar