Selasa, 28 Agustus 2012

[Human Capital] Apakah RI sedang dipimpin orang2 anti Pancasila & anti NKRI: Sikap Berbahaya Menteri Agama

 

Apakah benar saat ini RI dipimpin oleh orang2 yang anti Pancasila,
sehingga kerusuhan, anarkisme, penyerbuan dll tampaknya sengaja
dibiarkan, malah terkesan didukung oleh para penguasa yang dhlolim
tersebut?

Sel, 28/8/12, Sunny <ambon@tele2.se> menulis:
http://ahmadsamantho.wordpress.com/2012/01/28/sikap-berbahaya-menteri-agama/
Sikap Berbahaya Menteri Agama
Editorial Koran Tempo (Jumat, 27 January 2012)

Pernyataan
Suryadharma Ali, yang memojokkan aliran Syiah, sungguh disesalkan.
Seharusnya dipahami, sebagai Menteri Agama ia mewakili pemerintah, dan
bukannya suara atau kepentingan Partai Persatuan Pembangunan yang
dipimpinnya. Sikap yang tak bijak ini hanya akan merusak kebebasan
beragama.

Menteri Agama mengatakan bahwa pemerintah sejauh ini
menganggap Syiah bukan bagian dari Islam. Dasarnya, menurut dia, Surat
Keputusan Bersama Majelis Ulama Indonesia dan Kementerian Agama. Ia juga
mengatakan Rapat Kerja Nasional MUI 1984 merekomendasikan umat Islam
agar waspada terhadap paham
Syiah.

Ucapan seperti
itu hanya akan membuat konflik dalam kehidupan beragama memanas lagi.
Padahal, sebagai pejabat publik, semestinya ia berupaya menjaga
kerukunan beragama. Ia seharusnya justru mengutuk keras pembakaran rumah
penganut Syiah di Sampang, Madura, beberapa waktu lalu. Apalagi para
penganut aliran ini sampai diusir dari tempat tinggal mereka.

Pak
Menteri juga terlihat bersikap plinplan lantaran beberapa hari
sebelumnya ia mengatakan Syiah masih dalam koridor Islam. Bahkan Wakil
Menteri Agama Nazaruddin Umar mengatakan Syiah tidak menyimpang dari
ajaran Islam. Ia juga mengatakan, di negara-negara Islam lain, Syiah
diakui dan tidak mendapat penolakan.

Sikap yang tak tegas itu
tentu akan membikin bingung masyarakat. Orang pun akan bertanya-tanya,
kenapa Menteri Agama selalu merujuk pada pendapat MUI. Bukankah
seharusnya ia bersikap atas nama pemerintah, bahkan negara ini? Pedoman
yang seharusnya dipegang oleh Menteri Agama pun jelas, yakni
konstitusi. Pada Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 jelas dinyatakan
bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu.

Kebebasan
memeluk agama dan meyakini kepercayaan itu ditegaskan pula dalam Pasal
28-E dan 28-I UUD 1945. Bahkan dinyatakan bahwa beragama termasuk hak
yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apa pun.

Bukan hanya
dalam soal konflik Syiah-Sunni, Suryadharma bersikap aneh. Sikap serupa
ia perlihatkan dalam menghadapi kasus pelarangan beribadah jemaat Gereja
Kristen Indonesia Yasmin di Bogor. Menteri Agama mengatakan pihaknya
angkat tangan lantaran masalah ini lebih bersifat administratif, yakni
menyangkut izin mendirikan bangunan. Ia malah menyarankan agar jemaat
gereja ini mengalah.

Suryadharma seharusnya memahami kisruh GKI
Yasmin bukan lagi soal tidak adanya izin mendirikan gereja. Untuk soal
ini, Mahkamah Agung dan Ombudsman
RI sudah memutuskan bahwa IMB GKI Yasmin sah. Jadi masalahnya adalah
adanya aksi sepihak dari umat lain yang tak menginginkan gereja tersebut
berdiri di sana. Karena itu, penyelesaian kisruh yang telah berlangsung
selama tiga tahun ini jelas menjadi tanggung jawab Suryadharma.

Sikap
sekaligus pandangan Suryadharma yang cenderung bertentangan dengan
konstitusi itu amat tak wajar. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mesti
menegurnya, bahkan jika perlu mencopotnya, karena sikap itu hanya akan
menghancurkan kerukunan umat beragama.

Pernyataan Suryadharma
Ali, yang memojokkan aliran Syiah, sungguh disesalkan. Seharusnya
dipahami, sebagai Menteri Agama ia mewakili pemerintah, dan bukannya
suara atau kepentingan Partai Persatuan Pembangunan yang dipimpinnya.
Sikap yang tak bijak ini hanya akan merusak kebebasan beragama.

Menteri
Agama mengatakan bahwa pemerintah sejauh ini menganggap Syiah bukan
bagian dari Islam. Dasarnya, menurut dia,
Surat Keputusan Bersama Majelis Ulama Indonesia dan Kementerian Agama.
Ia juga mengatakan Rapat Kerja Nasional MUI 1984 merekomendasikan umat
Islam agar waspada terhadap paham Syiah.

Ucapan seperti itu hanya
akan membuat konflik dalam kehidupan beragama memanas lagi. Padahal,
sebagai pejabat publik, semestinya ia berupaya menjaga kerukunan
beragama. Ia seharusnya justru mengutuk keras pembakaran rumah penganut
Syiah di Sampang, Madura, beberapa waktu lalu. Apalagi para penganut
aliran ini sampai diusir dari tempat tinggal mereka.

Pak Menteri
juga terlihat bersikap plinplan lantaran beberapa hari sebelumnya ia
mengatakan Syiah masih dalam koridor Islam. Bahkan Wakil Menteri Agama
Nazaruddin Umar mengatakan Syiah tidak menyimpang dari ajaran Islam. Ia
juga mengatakan, di negara-negara Islam lain, Syiah diakui dan tidak
mendapat penolakan.

Sikap yang tak tegas itu tentu akan membikin
bingung masyarakat. Orang pun akan bertanya-tanya,
kenapa Menteri Agama selalu merujuk pada pendapat MUI. Bukankah
seharusnya ia bersikap atas nama pemerintah, bahkan negara ini? Pedoman
yang seharusnya dipegang oleh Menteri Agama pun jelas, yakni konstitusi.
Pada Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 jelas dinyatakan bahwa negara
menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu.

Kebebasan
memeluk agama dan meyakini kepercayaan itu ditegaskan pula dalam Pasal
28-E dan 28-I UUD 1945. Bahkan dinyatakan bahwa beragama termasuk hak
yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apa pun.

Bukan hanya
dalam soal konflik Syiah-Sunni, Suryadharma bersikap aneh. Sikap serupa
ia perlihatkan dalam menghadapi kasus pelarangan beribadah jemaat Gereja
Kristen Indonesia Yasmin di Bogor. Menteri Agama mengatakan pihaknya
angkat tangan lantaran masalah ini lebih bersifat administratif, yakni
menyangkut izin mendirikan bangunan. Ia malah
menyarankan agar jemaat gereja ini mengalah.

Suryadharma
seharusnya memahami kisruh GKI Yasmin bukan lagi soal tidak adanya izin
mendirikan gereja. Untuk soal ini, Mahkamah Agung dan Ombudsman RI sudah
memutuskan bahwa IMB GKI Yasmin sah. Jadi masalahnya adalah adanya aksi
sepihak dari umat lain yang tak menginginkan gereja tersebut berdiri di
sana. Karena itu, penyelesaian kisruh yang telah berlangsung selama
tiga tahun ini jelas menjadi tanggung jawab Suryadharma.

Sikap
sekaligus pandangan Suryadharma yang cenderung bertentangan dengan
konstitusi itu amat tak wajar. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mesti
menegurnya, bahkan jika perlu mencopotnya, karena sikap itu hanya akan
menghancurkan kerukunan umat beragama.

Pernyataan Suryadharma
Ali, yang memojokkan aliran Syiah, sungguh disesalkan. Seharusnya
dipahami, sebagai Menteri Agama ia mewakili pemerintah, dan bukannya
suara atau kepentingan Partai Persatuan Pembangunan yang
dipimpinnya. Sikap yang tak bijak ini hanya akan merusak kebebasan
beragama.

Menteri Agama mengatakan bahwa pemerintah sejauh ini
menganggap Syiah bukan bagian dari Islam. Dasarnya, menurut dia, Surat
Keputusan Bersama Majelis Ulama Indonesia dan Kementerian Agama. Ia juga
mengatakan Rapat Kerja Nasional MUI 1984 merekomendasikan umat Islam
agar waspada terhadap paham Syiah.

Ucapan seperti itu hanya akan
membuat konflik dalam kehidupan beragama memanas lagi. Padahal, sebagai
pejabat publik, semestinya ia berupaya menjaga kerukunan beragama. Ia
seharusnya justru mengutuk keras pembakaran rumah penganut Syiah di
Sampang, Madura, beberapa waktu lalu. Apalagi para penganut aliran ini
sampai diusir dari tempat tinggal mereka.

Pak Menteri juga
terlihat bersikap plinplan lantaran beberapa hari sebelumnya ia
mengatakan Syiah masih dalam koridor Islam. Bahkan Wakil Menteri Agama
Nazaruddin Umar mengatakan Syiah tidak menyimpang dari ajaran
Islam. Ia juga mengatakan, di negara-negara Islam lain, Syiah diakui
dan tidak mendapat penolakan.

Sikap yang tak tegas itu tentu akan
membikin bingung masyarakat. Orang pun akan bertanya-tanya, kenapa
Menteri Agama selalu merujuk pada pendapat MUI. Bukankah seharusnya ia
bersikap atas nama pemerintah, bahkan negara ini? Pedoman yang
seharusnya dipegang oleh Menteri Agama pun jelas, yakni konstitusi. Pada
Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 jelas dinyatakan bahwa negara
menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu.

Kebebasan
memeluk agama dan meyakini kepercayaan itu ditegaskan pula dalam Pasal
28-E dan 28-I UUD 1945. Bahkan dinyatakan bahwa beragama termasuk hak
yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apa pun.

Bukan hanya
dalam soal konflik Syiah-Sunni, Suryadharma bersikap aneh. Sikap serupa
ia perlihatkan dalam menghadapi kasus pelarangan beribadah
jemaat Gereja Kristen Indonesia Yasmin di Bogor. Menteri Agama
mengatakan pihaknya angkat tangan lantaran masalah ini lebih bersifat
administratif, yakni menyangkut izin mendirikan bangunan. Ia malah
menyarankan agar jemaat gereja ini mengalah.

Suryadharma
seharusnya memahami kisruh GKI Yasmin bukan lagi soal tidak adanya izin
mendirikan gereja. Untuk soal ini, Mahkamah Agung dan Ombudsman RI sudah
memutuskan bahwa IMB GKI Yasmin sah. Jadi masalahnya adalah adanya aksi
sepihak dari umat lain yang tak menginginkan gereja tersebut berdiri di
sana. Karena itu, penyelesaian kisruh yang telah berlangsung selama
tiga tahun ini jelas menjadi tanggung jawab Suryadharma.

Sikap
sekaligus pandangan Suryadharma yang cenderung bertentangan dengan
konstitusi itu amat tak wajar. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mesti
menegurnya, bahkan jika perlu mencopotnya, karena sikap itu hanya akan
menghancurkan kerukunan umat beragama.

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
HEAD HUNTER & OUTSOURCING SPECIALIST
DENGAN FEE PALING COMPETITIF
UNTUK INFORMASI HUBUNGI (021)789 2012 /98225937

JASA OUTPLACEMENT HUBUNGI Amy at (021) 7892012

Human Capital Indonesia:
fseskadevi@hmc.co.id /info@hmc.co.id

High Management Consultant

Phone (62 21) 7892012, 9822-5937,
Fax (62 21) 789 2124


pemasangan iklan/posting dari para member diluar tanggung jawab dari Owner mailing list ini.  Berhati-hatilah dengan iklan lowongan pekerjaan.
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar